Meskipun beberapa hari terakhir, kondisi politik di tanah air sedang panas. Setelah disahkannya Omnibus Law / UU Cipta Kerja pada Senin (5/10/2020) silam.
Seperti biasa, saya secara pribadi adem ayem saja. Emosi ada sedikit meningkat, namun tak setinggi saat musim Pilpres 2019 kemaren :D.
Ya, saya tau, Omnibus Ciptaker sarat kontroversi. Bahkan beberapa kiriman di WA grup pun sudah membagikan poin-poin kontroversi isi dari UU tersebut.
Tapi, sebagaimana rumusan hoax yang sebelumnya saya pegang :
To GOOD to be TRUE
Terlalu sempurna jika, pasal-pasal yang ada sangat menyudutkan para buruh dan pekerja.
Seperti, cuti melahirkan, cuti haid dihapuskan, TKA dipermudah, hingga pekerja bisa dikontrak selamanya - tidak ada pengangkatan menjadi pekerja tetap.
Belum lagi soal kemudahan izin yang diberikan kepada investor, yang dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap kelestarian lingkungan.
Bagi saya, sangat tidak mungkin negara bisa sekejam itu. Pemimpin kita orang Indonesia asli, bukan VOC. Tidak mungkin mereka akan berkhianat.
Sarat kontroversi
Memang, secara tertib administratif UU Omnibus Law ini juga bisa disebut cacat.
Apalagi hingga malam pengesahannya, naskah final UU Cipta Kerja tersebut belum ada.
Jadi apa yang disahkan malam itu?
Sekedar draft saja? Yang bisa diubah nanti-nanti?
Sebagai informasi, pada malam pengesahan Rapat Paripurna, Senin (5/10) disebut Omnibus Law mempunyai draft setebal 905 halaman.
Lalu dua hari terakhir, disebut setebal 1035 halaman. Nah Senin malam (12/10) Sekjen DPR RI Indra Iskandar menyebut jika jumlah draft halaman berubah menjadi 812 halaman saja.
O, selaku orang yang berkecimpung di dalam dunia layout. Bisa saja nanti alasannya menyebut itu karena ukuran kertasnya berupa pak dari F4 (folio) menjadi A5.
Haha.. sori yang terakhir ini berkelakar saja.
Dengan adanya jumlah halaman yang berubah-ubah, wajar jika PKS mengatakan akan siaga jika ada pasal selundupan selama proses tarik ulur pengesahan draft UU tersebut. (Sumber)
Disclaimer
Oya, tulisan di atas hanya mewakili opini pribadi. Dan bagian dari cara saya pribadi untuk menolak untuk terprovokasi. Seringkali dalam sebuah pusaran infodemi, banyak penumpang gelap yang ikut nimbrung, memanfaatkan massa yang mengambang, hingga mencari panggung alias pansos dan mencari celah menumbangkan pemerintahan yang sah. Atau minimal menjadi viral dan menjadi pahlawan kepagian.